Selasa, 09 Oktober 2012

Hadits Qudsi


BAB I
PENDAHULUAN
Hadis dan sunnah, baik secara setruktural maupun fungsional disepakati oleh mayoritas kaum muslimin dari berbagai madzhab islam, sebagai ajaran agama islam, karena dengan adanya hadits dan sunnah itulah ajaran islam menjadi jelas, rinci, dan spesifik. Sepanjang sejarahnya hadits-hadits yang tercantum dalam berbagai kitab hadits yang ada telah melalui proses ilmiah yang rumit, sehingga diperoleh kwalitas hadits yang diinginkanoleh para penghimpunnya. Pada makalah ini akan dibahas masalah tentang hadits Qudsi dan beberapa perbedaannya dengan hadits nabawi dan al-quran.
Makna dari hadis qudsi itu dari Allah, ia disampaikan kepada Rasulullah SAW melalui salah satu cara penurunan wahyu, sedang lafadznya dari Rasulullah SAW, inilah pendapat yang kuat. Dinisbahkannya hadis qudsi kepada Allah SWT adalah nisbah mengenai isinya, bukan nisbah mengenai lafadznya. Sebab seandainya hadis qudsi itu lafalnya juga dari Allah, maka tidak ada lagi perbedaan antara hadis qudsi dengan Al-Quran. Dan tentu pula gaya bahasanya menuntut untuk ditantang, serta membacanya pun diangggap ibadah.

Hadits Qudsi kedudukannya adalah sama dengan hadist nabawi yaitu perkataan Rasulullah SAW. Namun sumbernya sama-sama dari Allah SWT juga. Yang membedakannya adalah bahwa dalam hadits itu disebutkan bahwa Allah SWT berfirman, atau Rasulullah SAW meriwayatkan dari Tuhan-Nya dan keterangan sejenis. Sedangkan dalam hadits nabawi, tidak disebutkan bahwa Allah SWT berfirman begini dan bagini. Namun seolah-olah hanya perkataan Rasulullah SAW saja. Meski pada hakikatnya bersumber dari Allah SWT juga.
Firman Allah dalam hadits qudsi itu diredaksikan kembali oleh Rasulullah SAW ketika menyampaikan kepada para shahabat. Sehingga hadits Qudsi meski bersumber dari Allah sebagaimana hadits nabawi, namun dari segi keredaksian bukanlah murni dari firman Allah SWT. Karena itu hadits Qudsi bukan Al-Quran. Untuk lebih jelasnya akan di bahas pada isi makalah ini.


BAB II
TINJAUAN PUSTAK
2.1 HADIS QUDSI
Hadis qudsi adalah kalam yang maknanya dari Allah dan lafadnya berasal dari Nabi saw. Atau dengan ibarat lain, kalam yang dinisbatkan kepada Nabi dan maknanya bersumber dari Allah (Majid.14, 2008).
Adapun menurut istilah pengertian hadis ialah apa saja yang disandarkan kepada Nabi saw. baik berupa perkataan perbuatan persetujuan maupun sifat. Yang berupa perkataan seperti perkataan Nabi saw.
Yang berupa perkataan seperti perkataan Nabi saw. Sesungguhnya sahnya amal itu disertai dengan niat. Dan tiap orang bergantung pada niatnya. Yang berupa perbuatan ialah seperti ajarannya kepada para sahabat mengenai bagaimana cara mengerjakan salat kemudian ia mengatakan Salatlah seperti kamu melihat aku salat. Adapun yang berupa persetujuan adalah seperti ia menyetujui suatu perkara yang dilakukan salah seorang sahabat baik perkataan ataupun perbuatan. Yang berupa sifat adl riwayat seperti bahwa Rasulullah saw. selalu bermuka cerah berperangai halus dan lembut tidak keras dan tidak pula kasar tidak suka berteriak keras tidak pula berbicara kotor dan tidak juga suka mencela (Majid.14, 2008).
            Hadis qudsi sering diistilahkan dengan hadis ilahi kepada ilah, atau hadis robbani nisbat kepada Rob.penisbatan ini mengindikasikan, adanya makna kemuliaan, karena disandarkan kepada “kesucian” Allah (qodasatullah)
Hadis qudsi adalah hadis yg oleh Rasulullah saw. disandarkan kepada Allah. Maksudnya Rasulullah saw. meriwayatkannya bahwa itu adalah kalam Allah. Maka Rasulullah saw. menjadi perawi kalam Allah ini dengan lafal dari Rasulullah saw. sendiri. Bila seseorang meriwayatkan hadis qudsi dia meriwayatkannya dari Allah dengan disandarkan kepada Allah dengan mengatakan Rasulullah saw (Majid.14, 2008).
Hadis Qudsi Kita telah mengetahui makna hadis secara etimologi sedangkan qudsi dinisbatkan kepada kata quds. Nisbah ini mengesankan rasa hormat krn materi kata itu sendiri menunjukkan kebersihan dan kesucian dalam arti bahasa. Maka kata taqdis berarti menyucikan Allah. Taqdis sama dgn tathir dan taqaddasa sama dgn tathahhara.
            Dalam istilah ini, sebenarnya terdapat dua sisi lafad, ‘hadits’ dan ‘qudsi’. Lafad hadits kembali kepada Nabi dan lafad qudsi kembali kepada Allah. Penggabungan dua kata ini karena dalam hadits qudsi terdapat perpaduan antara lafad yang itu bersumber dari nabi dan makna yang bersumber pada Allah (Majid.14, 2008).
            Gambaran bentuk ungkapan dari sebuah makna seperti yang terdapat dalam hadis qudsi sebernarnya banyak di dapatkan contonya dalam al-Qur’an. Misalnya saat Allah menceritakan ucapan-ucapan para Nabi terdahulu atau dialog mereka dengan kaumnya. Dialog itu kemudian diceritakan kembali oleh Allah dalam al-Qur’an dengan menggunakan bahasa Arab, dan teks al-Qur’an saat mengungkapkan isi dialog tersebut tidak sama persis seperti teks dialog yang sebenarnya tapi sebatas  makna dan substansi yang terjadi dalam dialog saat itu (Amin.34,2005).
            Demikian dengan hadis qudsi, di mana Rosulullah mendapat infomasi makna dari Allah yang kem udian informasi tersebut diungkapkan kembali oleh Rosulullah saw dengan menggunakan bahasa dan redaksi beliau (Amin.34,2005).

2.2 TUJUAN HADIS QUDSI
            Tujuan adanya hadis qudsi lebih kepada taujih al –rabbani atau menberikan arahan-arahan yang bersifat peningkatan kualitas ibadah dan menanamkan kebenaran aqidah. Berfungsi juga sebagai penggembleng moral, mendidik perilaku ke arah yang lebih bermakana dan lebih berkualitas, serta mengisyaratkan akan kebesran sang Khaliq. Secara umum, isi dan kandungan hadis qudsi bernuansa targhib dan tarhib, diamalkan sebagai fadhail a’mal. Oleh sebab itu (Majid.12, 2008)
dalam hadis qudsi tidak terdapat pembahasan yang berkaitan dengan hokum syar’i atau yang layaknya disebut dengan hadis al-ahkam (Majid.12, 2008)
            Dilihat cara hadis qudsi diturunkan tidak jauh berbeda dari cara-cara al-Qur’an ditunkan. Ada yang diturunkan melalui perantara Jibrilada pula yang turun melalui mimpi. Namun kondisi yang menyertai turunnya wahyu tidak didapatkan dalam hadis qudsi, semisal kondisi yang menggigil pada tubuh Nabi saat wahyu turun, adnya suara gemerincing lonceng, tubuh beliaun tersa  berat dan sebagainya. Dan setelah hadis qudsi turun, Nabi tidak memerintahkan par penulis wahyu untuk menulisnya, ini mungkin yang membedaka antara hadis qudsi dengan al-Qur’an dari aspek pewahyuannya (Majid.12, 2008)
2.3 KUALITAS HADIS QUDSI
            Kualitas hadis qudsi seperti hadis nabawi, karena diriwayatkan secara ahad maka kualitasnya ada yang shahih, hasan dan ada juga yang dha’if. Semua kembali pada syurut al qabul (Smeer.60.2008).
            Shighah yang digunakan dalam periwayatan hadis qudsi dengan menggunakan ungkapan: ‘Nabi bersabda bahwa Allah berfirman’ atau ‘diriwayatkan dari Nabi bahwa Allah berfirman’. Contoh hadis qudsi misalnya hadis riwayat Bukhori Muslim dai abi Hurairah bahwa Nabi saw bersabda Allah berfirman:
اعددت لعبادي الصالحين ما لا عين رات ولا اذن سمعت ولاخطرعلى قلبي بشر
Aku telah siapkan untuk hamba-hamba Ku yang shalih –suatu kenikmatan- yang belum terlihat oleh mata, belumterdengar oleh telinga bahkan belum terlintas dalam benak manusia.”
            Ibn hajr al-Haitsami (975 H) mengatakan bahwa jumlah hadis qudsi lebih dari sertus hadis. Imam al-Munawi (1031 H) menginventarisir hadis-hadis qudsi dan membukukannya dalam karyanya yang diberi nama al-ithafat al-Saniyah fi al-Ahadits al-Qudsiyyah. Dalam buku tyersebut terdapat 272 hadis qudsi yang disusun berdasarkan susunan abjadnya namun tidak tercantum sanad-sanadnya2. Selain itu, Abu Abdurrahman Ishamuddin al-Dhobabithi juga menyusun kitab kumpulan hadis-hadis qudsi yang dinamakan Jami’ al-Ahadits al-Qudsiyyah,  terdiri dari tiga jilid berisi 1150 hadis yang terbagi dalam 67 bab dan kitab ini disusun berdasarkan bab (tematik). Namun sayangnya -sekalipun terdapat sumber hadisnya- dalam kitab tersebut isinya bercampur antara hadis qudsi yang shahih, hasan, dho’if bahkan yang maudhu’ (Smeer.61.2008).
2.4 REFERENSI HADIS QUDSI
            Terdapat beberapa kitab yang menghimpun hadis-hadis qudsi, di antaranya : al-Saniyah bi al-Ahadits al-Qudsiyyah, karya al-Munawi (1031 M), Jami’ al Ahadits al Qudsiyyah karya Abu Abdul Rahman ‘Ishamuddin adh-Dhobabothi.(hal 60zied b sameer)
HADIS QUDSI
            Kata “qudsi” menurut bahasa berarti “suci” dan “bersih”. Sedangkan kata ”hadis qudsi” menurut arti bahasanyaialah hadis Allah, sesuai dengan sifat AllahYang Maha Suci dan Bersih. Dan oleh karena itu, kadang disebut pula dengan “Hadis Robbani” Karena dihubungkan dengan kata “Rob” yang berarti Tuhan (Alawi. 48. 2006).
Sedang menurut terminology, hadis qudsi adalah apa-apa yanmg dihubungkan oleh Rosullullah saw kepada Allah SWT selain Al-Qur’an, seperti sabda Rasulullah saw:
قال الله تبارك وتعا لى . يا عبادي اني حرمت الظلم على نفسى وجعلته محرما عليكم فلا تظالموا
“Allah SWT berfirman ,” wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya aku mengharamkan berbuat zalim tehadap DzatKu sendiri dan Aku menjadikannya haram bagi kaum sekalian maka janganlah kamu sekalian saling berbuat zalim”
            Atau seperti perkataan sahabat yang menyebutkan:
“bahwa Rasulullah saw bersabda dari apa yang beliau riwayatkan dari Tuhannya” dan lain sebagainya yang seperti itu (Alawi. 48, 2006).
            Hadis qudsi disebut hadis karena memang berasal dari perkataan Rasulullah saw dan merupakan hikayat Rasulullah saw dari Tuhannya. Disebut Qudsi karena memang hadis itu dihubungkan kepada Allah Yang Maha Qudus. Ditinjau dari segi yang memfirmankan oleh Allah Yang Maha Bersih dari segala sesuatu yang tidak patut bagiNya (Alawi. 48. 2006).
2.5 Perbedaan Alquran Dengan Hadis Qudsi
Perbedaan Alquran dengan Hadis Qudsi ada beberapa perbedaan antara Alquran dengan hadis qudsi dan yang terpenting adalah sebagai berikut.
1. Alquran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah saw. dengan lafal-Nya dan dengan itu pula orang Arab ditantang tetapi mereka tidak mampu membuat seperti Alquran itu atau sepuluh surah yang serupa itu bahkan satu surah sekalipun. Tantangan itu tetap berlaku karena Alquran adalah mukjizat yang abadi hingga hari kiamat. Adapun hadis qudsi tidak untuk menantang dan tidak pula untuk mukjizat (Majid.14, 2008).
2. Alquran hanya dinisbatkan kepada Allah sehingga dikatakan Allah Taala berfirman. Adapun hadis qudsi seperti telah dijelaskan di atas terkadang diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah sehingga nisbah hadis qudsi itu kepada Allah adl nisbah dibuatkan. Maka dikatakan Allah telah berfirman atau Allah berfirman. Dan terkadang pula diriwayatkan dengan disandarkan kepada Rasulullah saw. tetapi nisbahnya adalah nisbah kabar karena Nabi menyampaikan hadis itu dari Allah. Maka dikatakan Rasulullah saw. mengatakan apa yang diriwayatkan dari Tuhannya (Majid.14, 2008).
3. Seluruh isi Alquran dinukil secara mutawatir sehingga kepastiannya mutlak. Adapun hadis-hadis qudsi kebanyakan adalah kabar ahad sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan. Adakalanya hadis itu sahih hasan dan kadang-kadang daif (Majid.14, 2008).
4. Alquran dari Allah baik lafal maupun maknanya. Hadis qudsi maknanya dari Allah dan lafalnya dari Rasulullah saw. Hadis qudsi ialah wahyu dalam makna tetapi bukan dalam lafal. Oleh sebab itu menurut sebagian besar ahli hadis diperbolehkan meriwayatkan hadis qudsi dengan maknanya saja (Majid.14, 2008).
5. Membaca Alquran merupakan ibadah krn itu ia dibaca dalam salat. Maka bacalah apa yang mudah bagimu dalam Alquran itu (Majid.14, 2008).
Nilai ibadah membaca Alquran juga terdapat dalam hadis Barang siapa membaca satu huruf dari Alquran dia akan memperoleh satu kebaikan. Dan kebaikan itu akan dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf. Tetapi alif satu huruf laam satu huruf dan miim satu huruf (Majid.14, 2008).
Adapun hadis qudsi tidak disuruh membacanya dalam salat. Allah memberikan pahala membaca hadis qudsi secara umum saja. Maka membaca hadis qudsi tidak akan memperoleh pahala seperti yg disebutkan dalam hadis mengenai membaca Alquran bahwa pada tiap huruf mendapatkan sepuluh kebaikan (Majid.14, 2008).


2.6 Perbedaan Antara Hadis Qudsi dan Hadis Nabawi
Perbedaan antara Hadis Qudsi dan Hadis Nabawi Hadis nabawi itu ada dua.
1. Pertama tauqifi. Yang bersifat tauqifi yaitu yang kandungannya diterima oleh Rasulullah saw. dari wahyu. Lalu ia menjelaskan kepada manusia dengan kata-katanya sendiri. Bagian ini meskipun kandungannya dinisbahkan kepada Allah tetapi dari segi pembicaraan lebih layak dinisbahkan kepada Rasulullah saw. sebab kata-kata itu dinisbahkan kepada yang mengatakannya meskipun di dalamnya terdapat makna yang diterima dari pihak lain (Majid.13, 2008).
2. Kedua taufiqi. Yang bersifat taufiqi yaitu yang disimpulkan oleh Rasulullah saw. menurut pemahamannya terhadap Alquran krn ia mempunyai tugas menjelaskan Alquran atau menyimpulkannya dengan pertimbangan dan ijtihad.
Bagian kesimpulan yang bersifat ijitihad ini diperkuat oleh wahyu jika ia benar. Dan bila terdapat kesalahan di dalamnya turunlah wahyu yg membetulkannya. Bagian ini bukanlah kalam Allah secara pasti (Majid.13, 2008).
Dari sini jelaslah bahwa hadis nabawi dgn kedua bagiannya yg tauqifi atau yg taufiqi dgn ijtiihad yg diakui dari wahyu itu bersumber dari wahyu
Hadits qudsi adalah firman atau perkataan Allah SWT, namun jenis firman Allah SWT yang tidak termasuk Al-Quran. Hadits qudsi tetap sebuah hadits, hanya saja Nabi Muhammad SAW menyandarkan hadits qudsi kepada Allah SWT. Maksudnya, perkataan Allah SWT itu diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan redaksi dari diri beliau sendiri. Bila seseorang meriwayatkan hadis qudsi, maka dia meriwayatkannya dari Rasulullah SAW dengan disandarkan kepada Allah (Amin.26,2005).
Sedangkan hadits nabawi adalah segala yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat.




BAB III
Daftar Pustaka

Alawi, Muhammad, Dr, 2006. Al- Maliki. Ilmu Ushul Hadits, Yogyakarta. Pustaka Belajar.
Jum’at Amin, Abdul. 2005. Pemikiran Hasan Al-Banan Dalam Akidah dan Hadis. Jakarta. Pustaka Kautsar.
Majid Khon, Abdul m.Ag, 2008. Ulumul Hadits, Jakarta. Amzah.
Smeer, Zeid. B, 2008. Ulumul Hadits pengantar studi hadis praktis, Malang. UIN Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar