BAB I
PENDAHULUAN
Hadis
dan sunnah, baik secara setruktural maupun fungsional disepakati oleh mayoritas
kaum muslimin dari berbagai madzhab islam, sebagai ajaran agama islam, karena
dengan adanya hadits dan sunnah itulah ajaran islam menjadi jelas, rinci, dan
spesifik. Sepanjang sejarahnya hadits-hadits yang tercantum dalam berbagai
kitab hadits yang ada telah melalui proses ilmiah yang rumit, sehingga
diperoleh kwalitas hadits yang diinginkanoleh para penghimpunnya. Pada makalah
ini akan dibahas masalah tentang hadits Qudsi dan beberapa perbedaannya dengan
hadits nabawi dan al-quran.
Makna
dari hadis qudsi itu dari Allah, ia disampaikan kepada Rasulullah SAW melalui
salah satu cara penurunan wahyu, sedang lafadznya dari Rasulullah SAW, inilah
pendapat yang kuat. Dinisbahkannya hadis qudsi kepada Allah SWT adalah nisbah
mengenai isinya, bukan nisbah mengenai lafadznya. Sebab seandainya hadis qudsi
itu lafalnya juga dari Allah, maka tidak ada lagi perbedaan antara hadis qudsi
dengan Al-Quran. Dan tentu pula gaya bahasanya menuntut untuk ditantang, serta
membacanya pun diangggap ibadah.
Hadits
Qudsi kedudukannya adalah sama dengan hadist nabawi yaitu perkataan Rasulullah
SAW. Namun sumbernya sama-sama dari Allah SWT juga. Yang membedakannya adalah
bahwa dalam hadits itu disebutkan bahwa Allah SWT berfirman, atau Rasulullah
SAW meriwayatkan dari Tuhan-Nya dan keterangan sejenis. Sedangkan dalam hadits
nabawi, tidak disebutkan bahwa Allah SWT berfirman begini dan bagini. Namun
seolah-olah hanya perkataan Rasulullah SAW saja. Meski pada hakikatnya
bersumber dari Allah SWT juga.
Firman
Allah dalam hadits qudsi itu diredaksikan kembali oleh Rasulullah SAW ketika
menyampaikan kepada para shahabat. Sehingga hadits Qudsi meski bersumber dari
Allah sebagaimana hadits nabawi, namun dari segi keredaksian bukanlah murni
dari firman Allah SWT. Karena itu hadits Qudsi bukan Al-Quran. Untuk lebih jelasnya akan di bahas pada isi
makalah ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAK
2.1 HADIS QUDSI
Hadis qudsi adalah kalam yang maknanya dari Allah dan lafadnya
berasal dari Nabi saw. Atau dengan ibarat lain, kalam yang dinisbatkan kepada
Nabi dan maknanya bersumber dari Allah (Majid.14,
2008).
Adapun menurut istilah pengertian hadis ialah apa saja yang disandarkan
kepada Nabi saw. baik berupa perkataan perbuatan persetujuan maupun sifat. Yang
berupa perkataan seperti perkataan Nabi saw.
Yang berupa perkataan seperti perkataan Nabi saw. Sesungguhnya
sahnya amal itu disertai dengan niat. Dan tiap orang bergantung pada niatnya. Yang
berupa perbuatan ialah seperti ajarannya kepada para sahabat mengenai bagaimana
cara mengerjakan salat kemudian ia mengatakan Salatlah seperti kamu melihat aku
salat. Adapun yang berupa persetujuan adalah seperti ia menyetujui suatu
perkara yang dilakukan salah seorang sahabat baik perkataan ataupun perbuatan. Yang
berupa sifat adl riwayat seperti bahwa Rasulullah saw. selalu bermuka cerah
berperangai halus dan lembut tidak keras dan tidak pula kasar tidak suka berteriak
keras tidak pula berbicara kotor dan tidak juga suka mencela (Majid.14, 2008).
Hadis qudsi sering
diistilahkan dengan hadis ilahi kepada ilah,
atau hadis robbani nisbat kepada Rob.penisbatan
ini mengindikasikan, adanya makna kemuliaan, karena disandarkan kepada
“kesucian” Allah (qodasatullah)
Hadis
qudsi adalah hadis yg oleh Rasulullah saw. disandarkan kepada Allah. Maksudnya
Rasulullah saw. meriwayatkannya bahwa itu adalah kalam Allah. Maka Rasulullah
saw. menjadi perawi kalam Allah ini dengan lafal dari Rasulullah saw. sendiri.
Bila seseorang meriwayatkan hadis qudsi dia meriwayatkannya dari Allah dengan
disandarkan kepada Allah dengan mengatakan Rasulullah saw (Majid.14, 2008).
Hadis Qudsi Kita telah mengetahui makna hadis secara etimologi sedangkan
qudsi dinisbatkan kepada kata quds. Nisbah ini mengesankan rasa hormat krn
materi kata itu sendiri menunjukkan kebersihan dan kesucian dalam arti bahasa.
Maka kata taqdis berarti menyucikan Allah. Taqdis sama dgn tathir dan taqaddasa
sama dgn tathahhara.
Dalam istilah ini,
sebenarnya terdapat dua sisi lafad, ‘hadits’ dan ‘qudsi’. Lafad hadits kembali
kepada Nabi dan lafad qudsi kembali kepada Allah. Penggabungan dua kata ini
karena dalam hadits qudsi terdapat perpaduan antara lafad yang itu bersumber
dari nabi dan makna yang bersumber pada Allah (Majid.14, 2008).
Gambaran bentuk
ungkapan dari sebuah makna seperti yang terdapat dalam hadis qudsi sebernarnya
banyak di dapatkan contonya dalam al-Qur’an. Misalnya saat Allah menceritakan
ucapan-ucapan para Nabi terdahulu atau dialog mereka dengan kaumnya. Dialog itu
kemudian diceritakan kembali oleh Allah dalam al-Qur’an dengan menggunakan
bahasa Arab, dan teks al-Qur’an saat mengungkapkan isi dialog tersebut tidak
sama persis seperti teks dialog yang sebenarnya tapi sebatas makna dan substansi yang terjadi dalam dialog
saat itu (Amin.34,2005).
Demikian dengan
hadis qudsi, di mana Rosulullah mendapat infomasi makna dari Allah yang kem
udian informasi tersebut diungkapkan kembali oleh Rosulullah saw dengan menggunakan
bahasa dan redaksi beliau (Amin.34,2005).
2.2 TUJUAN HADIS QUDSI
Tujuan adanya
hadis qudsi lebih kepada taujih al
–rabbani atau menberikan arahan-arahan yang bersifat peningkatan kualitas
ibadah dan menanamkan kebenaran aqidah. Berfungsi juga sebagai penggembleng
moral, mendidik perilaku ke arah yang lebih bermakana dan lebih berkualitas,
serta mengisyaratkan akan kebesran sang Khaliq. Secara umum, isi dan kandungan
hadis qudsi bernuansa targhib dan tarhib, diamalkan sebagai fadhail a’mal. Oleh sebab itu (Majid.12,
2008)
dalam hadis qudsi tidak terdapat pembahasan yang berkaitan dengan
hokum syar’i atau yang layaknya disebut dengan hadis al-ahkam (Majid.12, 2008)
Dilihat
cara hadis qudsi diturunkan tidak jauh berbeda dari cara-cara al-Qur’an
ditunkan. Ada yang diturunkan melalui perantara Jibrilada pula yang turun
melalui mimpi. Namun kondisi yang menyertai turunnya wahyu tidak didapatkan
dalam hadis qudsi, semisal kondisi yang menggigil pada tubuh Nabi saat wahyu
turun, adnya suara gemerincing lonceng, tubuh beliaun tersa berat dan sebagainya. Dan setelah hadis qudsi
turun, Nabi tidak memerintahkan par penulis wahyu untuk menulisnya, ini mungkin
yang membedaka antara hadis qudsi dengan al-Qur’an dari aspek pewahyuannya (Majid.12,
2008)
2.3 KUALITAS HADIS QUDSI
Kualitas hadis
qudsi seperti hadis nabawi, karena diriwayatkan secara ahad maka kualitasnya
ada yang shahih, hasan dan ada juga yang dha’if. Semua kembali pada syurut al qabul (Smeer.60.2008).
Shighah yang digunakan dalam periwayatan hadis qudsi dengan menggunakan
ungkapan: ‘Nabi bersabda bahwa Allah berfirman’ atau ‘diriwayatkan dari Nabi
bahwa Allah berfirman’. Contoh hadis qudsi misalnya hadis riwayat Bukhori
Muslim dai abi Hurairah bahwa Nabi saw bersabda Allah berfirman:
اعددت لعبادي الصالحين ما لا عين رات ولا اذن سمعت ولاخطرعلى قلبي بشر
“Aku telah siapkan untuk hamba-hamba Ku yang
shalih –suatu kenikmatan- yang belum terlihat oleh mata, belumterdengar oleh
telinga bahkan belum terlintas dalam benak manusia.”
Ibn hajr
al-Haitsami (975 H) mengatakan bahwa jumlah hadis qudsi lebih dari sertus
hadis. Imam al-Munawi (1031 H) menginventarisir hadis-hadis qudsi dan
membukukannya dalam karyanya yang diberi nama al-ithafat al-Saniyah fi al-Ahadits al-Qudsiyyah. Dalam buku
tyersebut terdapat 272 hadis qudsi yang disusun berdasarkan susunan abjadnya namun
tidak tercantum sanad-sanadnya2. Selain itu, Abu Abdurrahman
Ishamuddin al-Dhobabithi juga menyusun kitab kumpulan hadis-hadis qudsi yang
dinamakan Jami’ al-Ahadits al-Qudsiyyah, terdiri dari tiga jilid berisi 1150 hadis yang
terbagi dalam 67 bab dan kitab ini disusun berdasarkan bab (tematik). Namun
sayangnya -sekalipun terdapat sumber hadisnya- dalam kitab tersebut isinya
bercampur antara hadis qudsi yang shahih, hasan, dho’if bahkan yang maudhu’ (Smeer.61.2008).
2.4 REFERENSI HADIS QUDSI
Terdapat beberapa
kitab yang menghimpun hadis-hadis qudsi, di antaranya : al-Saniyah bi al-Ahadits al-Qudsiyyah, karya al-Munawi (1031 M), Jami’ al Ahadits al Qudsiyyah karya Abu
Abdul Rahman ‘Ishamuddin adh-Dhobabothi.(hal 60zied b sameer)
HADIS QUDSI
Kata “qudsi” menurut bahasa berarti “suci” dan “bersih”. Sedangkan kata ”hadis
qudsi” menurut arti bahasanyaialah hadis Allah, sesuai dengan sifat AllahYang
Maha Suci dan Bersih. Dan oleh karena itu, kadang disebut pula dengan “Hadis Robbani” Karena dihubungkan
dengan kata “Rob” yang berarti Tuhan (Alawi. 48. 2006).
Sedang menurut terminology, hadis qudsi adalah apa-apa yanmg
dihubungkan oleh Rosullullah saw kepada Allah SWT selain Al-Qur’an, seperti
sabda Rasulullah saw:
قال الله تبارك وتعا لى . يا عبادي اني حرمت الظلم على نفسى وجعلته
محرما عليكم فلا تظالموا
“Allah
SWT berfirman ,” wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya aku mengharamkan berbuat zalim
tehadap DzatKu sendiri dan Aku menjadikannya haram bagi kaum sekalian maka
janganlah kamu sekalian saling berbuat zalim”
Atau seperti perkataan
sahabat yang menyebutkan:
“bahwa
Rasulullah saw bersabda dari apa yang beliau riwayatkan dari Tuhannya” dan lain sebagainya yang seperti itu (Alawi. 48, 2006).
Hadis qudsi
disebut hadis karena memang berasal dari perkataan Rasulullah saw dan merupakan
hikayat Rasulullah saw dari Tuhannya. Disebut Qudsi karena memang hadis itu
dihubungkan kepada Allah Yang Maha Qudus. Ditinjau dari segi yang memfirmankan
oleh Allah Yang Maha Bersih dari segala sesuatu yang tidak patut bagiNya (Alawi. 48. 2006).
2.5 Perbedaan
Alquran Dengan Hadis Qudsi
Perbedaan
Alquran dengan Hadis Qudsi ada beberapa perbedaan antara Alquran dengan hadis
qudsi dan yang terpenting adalah sebagai berikut.
1.
Alquran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah saw. dengan
lafal-Nya dan dengan itu pula orang Arab ditantang tetapi mereka tidak mampu
membuat seperti Alquran itu atau sepuluh surah yang serupa itu bahkan satu
surah sekalipun. Tantangan itu tetap berlaku karena Alquran adalah mukjizat yang
abadi hingga hari kiamat. Adapun hadis qudsi tidak untuk menantang dan tidak
pula untuk mukjizat (Majid.14, 2008).
2.
Alquran hanya dinisbatkan kepada Allah sehingga dikatakan Allah Taala
berfirman. Adapun hadis qudsi seperti telah dijelaskan di atas terkadang
diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah sehingga nisbah hadis qudsi itu
kepada Allah adl nisbah dibuatkan. Maka dikatakan Allah telah berfirman atau
Allah berfirman. Dan terkadang pula diriwayatkan dengan disandarkan kepada
Rasulullah saw. tetapi nisbahnya adalah nisbah kabar karena Nabi menyampaikan
hadis itu dari Allah. Maka dikatakan Rasulullah saw. mengatakan apa yang
diriwayatkan dari Tuhannya (Majid.14, 2008).
3.
Seluruh isi Alquran dinukil secara mutawatir sehingga kepastiannya mutlak.
Adapun hadis-hadis qudsi kebanyakan adalah kabar ahad sehingga kepastiannya
masih merupakan dugaan. Adakalanya hadis itu sahih hasan dan kadang-kadang daif
(Majid.14, 2008).
4.
Alquran dari Allah baik lafal maupun maknanya. Hadis qudsi maknanya dari Allah
dan lafalnya dari Rasulullah saw. Hadis qudsi ialah wahyu dalam makna tetapi
bukan dalam lafal. Oleh sebab itu menurut sebagian besar ahli hadis diperbolehkan
meriwayatkan hadis qudsi dengan maknanya saja (Majid.14, 2008).
5.
Membaca Alquran merupakan ibadah krn itu ia dibaca dalam salat. Maka bacalah
apa yang mudah bagimu dalam Alquran itu (Majid.14, 2008).
Nilai
ibadah membaca Alquran juga terdapat dalam hadis Barang siapa membaca satu
huruf dari Alquran dia akan memperoleh satu kebaikan. Dan kebaikan itu akan
dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf.
Tetapi alif satu huruf laam satu huruf dan miim satu huruf (Majid.14, 2008).
Adapun
hadis qudsi tidak disuruh membacanya dalam salat. Allah memberikan pahala
membaca hadis qudsi secara umum saja. Maka membaca hadis qudsi tidak akan
memperoleh pahala seperti yg disebutkan dalam hadis mengenai membaca Alquran
bahwa pada tiap huruf mendapatkan sepuluh kebaikan (Majid.14, 2008).
2.6 Perbedaan Antara Hadis Qudsi dan Hadis Nabawi
Perbedaan
antara Hadis Qudsi dan Hadis Nabawi Hadis nabawi itu ada dua.
1. Pertama
tauqifi. Yang bersifat tauqifi yaitu yang kandungannya diterima oleh Rasulullah
saw. dari wahyu. Lalu ia menjelaskan kepada manusia dengan kata-katanya
sendiri. Bagian ini meskipun kandungannya dinisbahkan kepada Allah tetapi dari
segi pembicaraan lebih layak dinisbahkan kepada Rasulullah saw. sebab kata-kata
itu dinisbahkan kepada yang mengatakannya meskipun di dalamnya terdapat makna yang
diterima dari pihak lain (Majid.13, 2008).
2. Kedua
taufiqi. Yang bersifat taufiqi yaitu yang disimpulkan oleh Rasulullah saw.
menurut pemahamannya terhadap Alquran krn ia mempunyai tugas menjelaskan
Alquran atau menyimpulkannya dengan pertimbangan dan ijtihad.
Bagian
kesimpulan yang bersifat ijitihad ini diperkuat oleh wahyu jika ia benar. Dan bila
terdapat kesalahan di dalamnya turunlah wahyu yg membetulkannya. Bagian ini bukanlah
kalam Allah secara pasti (Majid.13, 2008).
Dari sini jelaslah bahwa hadis nabawi dgn kedua bagiannya yg
tauqifi atau yg taufiqi dgn ijtiihad yg diakui dari wahyu itu bersumber dari
wahyu
Hadits qudsi adalah
firman atau perkataan Allah SWT, namun jenis firman Allah SWT yang tidak
termasuk Al-Quran. Hadits qudsi tetap
sebuah hadits, hanya saja Nabi Muhammad SAW menyandarkan hadits qudsi kepada Allah SWT. Maksudnya,
perkataan Allah SWT itu diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan redaksi dari
diri beliau sendiri. Bila seseorang meriwayatkan hadis qudsi, maka dia meriwayatkannya dari Rasulullah SAW dengan
disandarkan kepada Allah (Amin.26,2005).
Sedangkan
hadits nabawi adalah segala yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat.
BAB III
Daftar Pustaka
Alawi, Muhammad, Dr, 2006. Al- Maliki. Ilmu Ushul Hadits,
Yogyakarta. Pustaka Belajar.
Jum’at Amin, Abdul. 2005. Pemikiran Hasan Al-Banan Dalam Akidah dan
Hadis. Jakarta. Pustaka Kautsar.
Majid Khon, Abdul m.Ag, 2008. Ulumul Hadits, Jakarta. Amzah.
Smeer, Zeid. B, 2008. Ulumul Hadits pengantar studi hadis praktis,
Malang. UIN Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar