BAB
II
KAJIAN
TEORI
2.1 Deskripsi
umum buah pala
2.1.1 Karakteristik
Umum
Pala
(Myristica Fragans Houtt) merupakan
tanaman buah berupa pohon tinggi asli Indonesia, karena tanaman ini berasal
dari Banda dan Maluku. Tanaman pala menyebar luas ke pulau Jawa, pada saat
perjalanan Marcopollo ke Tiongkok yang melewati pulau Jawa pada tahun 1271
sampai 1295 pembudidayaan tanaman pala terus meluas sampai Sumatera (Sunanto,
1993).
Pala
(Myristica fragrans Houtt) termasuk tumbuhan dari famili Myristicaceae (pala – palaan).
Tumbuhan berbatang sedang dengan tinggi mencapai 18 m itu memiliki daun
berbentuk bulat telur atau lonjong yang selalu hijau sepanjang tahun. Buahnya
bulat berkulit kuning jika sudah tua, berdaging putih yang merupakan bahan
manisan yang dikenal khas di Bogor. Bijinya berkulit tipis agak keras berwarna
hitam kecokelatan yang dibungkus fuli berwarna merah padam. Isi bijinya putih,
bila dikeringkan menjadi kecokelatan gelap dengan aroma khas mirip cengkeh (Sayidin, 2009).
2.1.2 Taksonomi
Sistematika penulisan taksonomi pala menurut Katzung
(2004) adalah sebagai berikut:
Kingdom:Plantae
Subkingdom:Tracheobionta
Divisi:Magnoliophyta
Kelas:Magnoliopsida
Subkelas:Magnoliidae
Ordo:Magnoliales
Famili:Myristicaceae
Genus:Myristica
Spesies:Myristica Fragan Haitt
2.1.3 Kandungan
Kimia
Komposisi kimia
daging buah pala dapat dilihat pada Tabel. 1 sebagai berikut (Soetanto, 1998:
12):
Tabel.
1 Komposisi Kimia Daging Buah Pala (100 gram)
No
|
Komposisi
|
Jumlah
|
1.
|
Kalori
|
42,00 kal
|
2.
|
Air
|
88,10 %
|
3.
|
Protein
|
0,30 g
|
4.
|
Lemak
|
0,20 g
|
5.
|
Karbohidrat
|
10,90 g
|
6.
|
Kalsium
|
32,00 mg
|
7.
|
Fosfor
|
24,00 mg
|
8.
|
Besi
|
1,50 mg
|
9.
|
Vitamin A
|
29,00 S. I.
|
10.
|
Vitamin B1
|
0,00 mg
|
11.
|
Vitamin C
|
22,00 mg
|
Sumber:
Soetanto, 1998: 12
Dari hasil analisa
komposisi senyawaan kimia terhadap limbah pengolahan minyak pala diperoleh
bahwa limbah tersebut kaya akan senyawa trigliserida yaitu trimiristin. Dengan
mengisolasi trimiristin disertai dengan amidasi mengggunakan senyawa amoniak
maka akan diperoleh amida asam lemak yang selanjutnya dapat digunakan sebagai
surfaktan (Masyithah, 2006: 64).
Menurut Albert Y.
Leung, komposisi kimia yang terdapat pada biji pala ternyata cukup banyak dan
beragam. Namun, jenis zat yang paling mendominasi adalah zat – zat antioksidan
(Drazat, 2007: 7).
Tabel.
2 Komposisi Zat Pada Buah Pala Menurut A. Y. Leung
Jenis Zat
|
Persentase
|
Minyak
Atsiri
|
2 – 16%
|
Minyak
Kental (Fixed Oil) seperti asam palmetic, stearic, dan myristic
|
25 – 40%
|
Karbohidrat
|
30%
|
Protein
|
6%
|
Minyak Pala
(Monoterpen Hidro Carbon)
|
88%
|
Myristicin,
termasuk jenis alkohol seperti eugenol dan methyleugenol
|
4 – 8%
|
Zat
antioksidan di bagian biji pala dan fuli
|
2,38 – 3,72%
|
Sumber: Drazat, 2007: 7
Pada biji buah pala
terdapat minyak atsiri, minyak lemak, zat ramak, miristisin, elemisi, enzim
lipase, pektin, hars, saponin, lamonena, dan asam olenolat. Kulit buah
mengandung minyak atsiri dan zat samak (Rahadian, 2009).
2.1.4 Kegunaan
dan Manfaat
Tanaman biji pala
mempunyai khasiat cukup besar untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Dari
daun hingga akarnya, tanaman ini berkhasiat sebagai penenang (transquilizer),
ekspektoran, diuretik, antitusif, antipiretik, dan anti radang. Berkhasiat
sebagai obat maag, mencret, disentri, untuk menghentikan muntah, mengobati
mual, mulas, perut kembung (Agromedia, 2008: 191).
Di beberapa negara
Eropa, biji pala digunakan dalam porsi sedikit sebagai bumbu masakan daging dan
sup. Fulinya lebih disukai digunakan dalam penyedap masakan, acar, dan kecap.
Minyak yang mudah menguap dari biji, fuli, kulit, kayu, daun dan bunga hasil
sarinya sebagai oleoresins sering digunakan dalam industri pengawetan minuman
ringan dan kosmetik (Rahadian, 2009).
2.2 Lemak
Lemak merupakan
golongan lipida sebagai trigliserida (atau triester gliserol) yang berasal dari
glierol dan asam lemak berantai –C panjang, dari mempunyai rumus struktur
RCOOCH3 – CH(COOR’) – CH2COOR”, berwujud padat pada suhu
kamar, umumnya dihasilkan oleh hewan (disebut : lemak hewani). Serupa dengan
lemak adalah minyak (umumnya dihasilkan oleh tumbuhan, disebut lemak nabati),
hanya bedanya minyak berwujud cair pada suhu kamar dan rantai atom – C pada
asam lemaknya berjumlah genap dan lebih banyak mengandung ikatan tak jenuh
(Mulyono, 2006: 252).
Lemak padat
berbentuk padat pada suhu kamar berkisar 24o C – 44o C,
diantaranya disebabkan kandungannya yang tinggi akan asam lemak jenuh yang
secara kimia tidak mengandung ikatan rangkap, sehingga mempunyai titik lebur
yang lebih tinggi, bila dipanaskan pada suhu 64,2o C akan mencair
(Winarno, 1986: 92).
Lemak merupakan
suatu ester asam lemak gliserol. Gliserol adalah trihidroksi alkohol yang
terdiri atas tiga atom karbon. Jadi setiap atom karbon memiliki gugus – OH.
Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua atau tiga molekul asam lemak
dalam bentuk ester yang disebut monogliserida, digliserida, dan trigliserida
(Poedjiadi dan Supriyatin, 2007: 53).
2.3 Teknik Isolasi
2.3.1 Ekstraksi
Sokhlet
Ekstraksi adalah
metode pemisahan suatu komponen solute (cair) dari campurannya menggunakan
sejumlah massa solven sebagai tenaga pemisah. Proses ekstraksi terdiri dari
tiga langkah besar yaitu, proses pencampuran, proses pembentukan fasa
setimbang, dan proses pemisahan fasa setimbang (Yasita dan Rachmawati).
Sokhlet merupakan
penyempurna alat ekstraksi. Uap cairan penyari naik ke atas melalui pipa
samping, kemudian diembunkan kembali oleh pendingin tegak. Cairan turun ke labu
melalui tabung berisi serbuk simplisia. Adanya sifon, mengakibatkan seluruh
cairan akan kembali ke labu. Cara ini lebih menguntungkan karena uap panas
tidak melalui serbuk simplisia tetapi melalui pipa samping (Indraswari, 2008: 6
– 7).
Pemilihan cairan
penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang baik harus
memenuhi kriteria antara lain, murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika
dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap, dan tidak mudah terbakar,
selektif, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, diperbolehkan peraturan
(Indraswari, 2008: 6 – 7).
Ragam ekstraksi
yang tepat sudah tergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang
diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi. Umumnya dibutuhkan untuk
membunuh jaringan tumbuhan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim dan
hidrolisis. Prosedur klasik untuk memperoleh kandungan senyawa organik dan
jaringan tumbuhan kering ialah dengan mengekstraksi serbuk bahan dengan alat
sokhlet dengan menggunakan sederetan pelarut secara berganti – ganti, mulai
dengan eter, lalu eter minyak bumi, dan kloroform (Harborne, 2006).
2.3.2 Rotary
Evaporator
Rotary Evaporat
merupakan alat yang menggunakan prinsip vakum destilasi. Prinsip utama alat ini
terletak pada penurunan tekanan sehingga pelarut dapat menguap pada suhu
dibawah titik didihnya. Prinsip umum dari rotary evaporator adalah pemisahan
ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemisahan yang dipercepat oleh putaran
dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5 – 10o C dibawah
titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan (Craig
dan hausmann, 1950: 22).
2.4 Hidrolisis Trimiristin
2.4.1 Pengertian
Hidrolisis
Trigliserida, komponen utama minyak alami atau lemak, dikonversi menjadi
diasilgliserol, monoasilgliserol dan gliserol oleh hidrolisis disertai dengan pembebasan
asam lemak di setiap langkah. Gliserol dan asam lemak yang banyak digunakan
sebagai bahan baku, dan monoasilglicerol digunakan sebagai agen pengemulsi
dalam makanan, kosmetik dan farmasi industri (Hermansyah, 2007:30).
Hidrolisis adalah
reaksi yang terjadi antara suatu senyawa dan air dengan membentuk rekasi
kesetimbangan. Selain bereaksi, air juga berperan sebagai medium reaksi
sedangkan senyawanya dapat berupa senyawa anorganik maupun senyawa organik
(Mulyono, 2006: 168).
Reaksi hidrolisis
adalah penguraian senyawa kimia yang disebabkan oleh reaksi dengan air. Umumnya
terjadi senyawa baru dengan penambahan atom molekul H2O kepada salah
satu pecahan senyawa yang terurai. Biasanya satu pecahan mengambil satu atom
hidrogen, sedangkan yang lainnya lagi mengambil gugus hidroksil (Hadyana, 2002:
709).
Hidrolisis dengan
mengguanakan air murni reaksi yang terjadi sangat lambat sehingga tidak pernah
digunakan, dimana reaksi ini dikatalisis oleh asam encer, sehingga ester
dipanaskan dibawah refluks dengan sebuah asam encer seperti asam hidroklorat
encer atau asam sulfat encer. Berikut ini adalah dua contoh yang sederhana dari
hidrolisis menggunakan sebuah katalis asam yaitu (Brady, 1998: 179):
1.
Hidrolisis
etil etanoat
2.
Hidrolisis
metil propanoat
Sedangkan hidrolisis menggunakan basa encer merupakan
cara yang lazim digunakan untuk hidrolisis ester. Ester dipanaskan dibawah
refluks dengan sebuah basa encer seperti larutan natrium hidroksida. Ada dua
kelebihan utama dari cara ini dibandingkan dengan menggunakan asam encer yaitu,
reaksi yang terjadi berlangsung dengan satu arah dan tidak reversibel, serta
produknya lebih mudah dipisahkan, contoh hidrolisis menggunakan larutan natrium
hidroksida yaitu (Brady, 1998:179):
1.
Hidrolisis
etil etanoat menggunakan larutan natrium hidroksida
2.
Hidrolisis
metil propanoat menggunakan larutan natrium hidroksida
Hidrolisis trigliserida dapat
dilakukan dengan menggunakan asam atau
basa, dimana hidrolisis dengan katalis
basa dikenal dengan istilah penyabunan (saponifikasi). Hidrolisis trimiristin
dengan penyabunan dilakukan dengan cara memanaskan trigliserida dalam suatu air
yang mengandung natrium hidroksida. Isolasi asam miristat hasil dari hidrolisis
dilakukan dengan cara penambahan asam yang kemudian dilanjutkan rekristalisasi methanol
(Guenther, 2006 : 225).
Dari hasil analisa komposisi senyawa
kimia terhadap limbah pengolahan minyak pala diperoleh bahwa limbah tersebut
kaya akan senyawa trigliserida yaitu trimiristin. Dengan mengisolasi
trimiristin disertai amidasi menggunakan senyawa amoniak maka akan diperoleh
amida asam lemak yang selanjutnaya dapat digunakan sebagai surfaktan.
Pemanfaatan Trimiristin yang terdapat pada limbah hasil; pengolahan minyak pala
untuk ditranfor masikan menjadi miristimida dengan cara mengisolasi limbah pala
dengan pelarut n- heksan yang menghasilkan rendemin trimiristin (Guenther, 2006
: 225).
2.4.2 Refluks
Prinsip umum dari metode
refluks adalah penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel
dimasukkan kedalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan atau larutan
penyari yang kemudian dipanaskan, dimana pemanasan ini dilakukan untuk
mempercepat proses kelarutan pada sampel. Uap-uap cairan penyari terkondensasi
pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun
kembali menuju labu alas bulat, setelah itu akan menyari kembali sampel yang
berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara
berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan
sebanyak tiga kali setiap 3-4 jam, setelah itu filtrat yang dihasilakan
dikumpulkan dan dipekatkan (Subagio, 2003).
Keuntungan dari
metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai
tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung, sedangkan kerugiannya adalah
membutuhkan volume total pelarut yang sangat besar dan sejumlah manipulasi dari
operator (Subagio, 2003).
2.5
Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan
salah satu cara pemurnian zat padat yang biasa digunakan, dimana zat – zat
tersebut atau zat – zat padat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut tertentu
dikala suhu diperbesar. Karena konsentrasi impurity yang rendah tetapi dalam
larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad,
2001:208).
Kristalisasi
menunjukkan sejumlah fenomena yang berkaitan dengan pembentukan struktur
matriks kristal. Prinsip pembentukan kristal adalah sebagai berikut (Estiasih,
2009:168):
1.
Kondisi
lewat jenuh untuk suatu larutan seperti larutan gula atau garam.
2.
Kondisi
lewat dingin untuk suatu cairan atau lelehan (melt) seperti air atau lemak.
Rekristalisasi digunakan untuk pemisahan dua
campuran senyawa atas dasar perbedaan kelarutan pada suhu yang berbeda.
Pertama, larutan dipanaskan terlebih dahulu sampai terjadi pendidihan. Kemudian
larutan disaring dengan penyaring Buchner dalam keadaan panas. Kemudian filtrat
didinginkan sampai terbentuk endapan didasar tabung (erlenmeyer). Setelah
terbentuk endapan, endapan dipisahkan dengan cara disaring untuk menggunakan
kertas saring. Selanjutnya endapan dapat dikeringkan menggunakan oven setelah
kristal kering dapat digunakan untuk percobaan selanjutnya (Khamdinal, 2009:
137).
Rekristalisasi satu
dari metode yang paling ampuh untuk permunian zat padat, didasarkan atas
perbedaan antara kelarutan zat yang diinginkan dan kotorannya. Sebuah produk
tidak murni dilarutkan dan diendapkan kembali, berulang kali jika perlu, dengan
pengawasan yang hati – hati terhadap
faktor – faktor yang mempengaruhi kelarutan (Oxtoby, 2001:344).
Rekristalisasi
berlangsung dengan cara sama pada suhu – suhu lain, tetapi dengan kerangka
waktu yang berbeda. Perhatikan bahwa waktu untuk pelaksanaan 50 persen
rekristalisasi mudah di identifikasi, karena pada titik tersebut reaksi
berlangsung paling cepat (Vlack, 2004:302).
2.6
Kelarutan Zat
Kelarutan adalah daya larut suatu zat di dalam sejumlah
pelarut pada suhu dan tekanan tertentu atau jumlah maksimal zat yang dapat
melarut di dalam sejumlah pelarut pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan
atau daya larut setiap zat besarnya tertentu pada suhu tertentu, khusus untuk
elektrolit yang sukar larut, kelarutannya pada suhu 25o C dicirikan
oleh suatu tetapan yang disebut tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) (Mulyono,
2006:221 – 222).
Suatu larutan merupakan campuran homogen dari molekul,
atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Suatu larutan disebut suatu campuran
karena susunannya tidak dapat berubah – ubah. Disebut homogen karena susunannya
begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya bagian – bagian yang
berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun (Keenan, 1984: 372).
Umumnya larutan yang dimaksud berbentuk fase cair. Salah
satu komponen larutan disebut medium pelarut (solvent). Sedang komponen lain yang dapat berbentuk gas, cairan,
atau padatan yang bisa terlarut dalam komponen pertama disebut zat terlarut (solute) (Keenan, 1984: 372).
Tidak semua zat bisa terlarut di dalam suatu pelarut.
Terdapat kecenderungan kuat bagi senyawa nonpolar untuk larut kedalam pelarut
nonpolar dan bagi senyawa kovalen polar atau senyawa ion untuk larut kedalam
pelarut polar. Dengan kata lain, sejenis melarutkan sejenis (Keenan, 1984:
372).
Disamping tarikan antara molekul zat terlarut dan
pelarut, terdapat gejala penting yang harus diperhatikan bila zat ionik
melarut. Pelarut – pelarut memiliki kemampuan berbeda untuk mengurangi gaya
tarik antara ion zat terlarut yang bermuatan positif dan negatif (Keenan, 1984:
375). Kemampuan ini dicirikan oleh suatu tetapan yang disebut tetapan
dielektrikum (D). Misalnya air, pada suhu 20o C memiliki harga D =
80,4. Jika garam NaCl dilarutkan ke dalam pelarut air, maka dapat dinyatakan
bahwa air memiliki kemampuan untuk melemahkan antaraksi coulomb antara Na+
dan Cl- dalam kisi kristalnya menjadi 1/D (atau 1/80,4) dari energi
coulomb semula. Akibatnya, NaCl menjadi mudah larut dalam air. Oleh karenanya
air merupakan pelarut yang baik bagi senyawa ion dan senyawa polar (Mulyono,
2006: 99).
2.7
Identifikasi Trimiristin
2.7.1
Spektroskopi Uv – Vis
Sumber radiasi elektromagnetik, yang mana sinar
ultraviolet dan sinar tampak merupakan salah satunya, dapat dianggap sebagai
energi yang merambat dalam bentuk gelombang. Beberapa istilah dan hubungan
digunakan untuk menggambarkan gelombang ini. Panjang gelombang merupakan jarak
linier dari satu titik gelombang ke titik yang bersebelahan pada gelombang yang
berdekatan (Gandjar dan Rohman, 2008: 220).
Warna sinar tampak dapat dihubungkan dengan panjang
gelombangnya. Sinar putih mengandung radiasi pada panjang gelombang di daerah
sinar tampak. Sinar pada panjang gelombang tunggal (radiasi monokromatik) dapat
dipilih dari sinar putih (sebagai contoh dengan alat prisma) (Gandjar dan
Rohman, 2008: 222). Berikut disebutkan dalam tabel hubungan antara warna dengan
panjang gelombang sinar tampak(Gandjar dan Rohman, 2008: 223):
Tabel.
3 Hubungan Warna dengan Panjang Gelombang Sinar Tampak
Panjang Gelombang
|
Warna yang
diserap
|
Warna yang
diamati/ warna komplementer
|
400 – 435 nm
|
Ungu (Lembayung)
|
Hijau kekuningan
|
450 – 480 nm
|
Biru
|
Kuning
|
480 – 490 nm
|
Biru kehijauan
|
Oranye
|
490 – 500 nm
|
Hijau kebiruan
|
Merah
|
500 – 560 nm
|
Hijau
|
Merah anggur
|
560 – 580 nm
|
Hijau kekuningan
|
Ungu (Lembayung)
|
580 – 595 nm
|
Kuning
|
Biru
|
595 – 610 nm
|
Oranye
|
Biru kekuningan
|
610 – 750 nm
|
Merah
|
Hijau kebiruan
|
Sumber:
Ginandjar dan Rohman, 2008: 223
Spektrum ultraviolet adalah salah satu gambar antara
panjang gelombang atau frekuensi serapan lawan intensitas serapan (transmisi
atau absorbansi). Sering juga data ditunjukkan sebagai gambar grafik atau tabel
yang menyatakan panjang gelombang lawan serapan molar atau log dari serapan
molar, Emax atau log Emax’. Dalam praktek,
spektrofotometri ultraviolet digunakan terbatas pada sistem terkonjugasi.
Meskipun demikian terdapat keuntungan yang selektif dari serapan ultraviolet,
yaitu gugus – gugus karakteristik dapat dikenal dalam molekul – molekul yang
sangat kompleks. Sebagian besar dari molekul yang relatif kompleks mungkin
transparan dalam ultraviolet sehingga kita mungkin memperoleh spektrum yang
semacam dari molekul sederhana. Sebagai contoh, spektrum pada hormon
testosteron laki – laki sangat mirip dengan spektrum yang berasal dari
mesitiloksida. Ternyata serapan dihasilkan dari struktur enon terkonjugasi dari
kedua senyawa tersebut (Sastrohamidjojo, 1991: 11).
2.7.2
Spektroskopi Infra Merah
Penggunaan spektroskopi inframerah pada bidang kimia
organik hampir menggunakan daerah dari 650 – 4000 cm-1 (15,4 – 2,5
µm). Daerah dengan frekuensi lebih rendah dari 650 cm-1 disebut
inframerah jauh, dan daerah dengan frekuensi lebih tinggi dari 4000 cm-1
disebut inframerah dekat. Masing – masing daerah tersebut lebih jauh dan lebih
dekat dengan spektrum tampak. Inframerah jauh mengandung sedikit serapan yang
bermanfaat bagi orang – orang organik dan serapan tersebut dikaitkan dengan
perubahan – perubahan rotasi dalam molekul. Inframerah dekat terutama
menunjukkan serapan – serapan “harmonic overtones” dari vibrasi pokok yang
terdapat dalam daerah “normal” (Sastrohamidjojo, 1991: 47).
Pada suhu molekul – molekul organik dalam keadaan vibrasi
yang tetap, setiap ikatan mempunyai frekuensi rentangan/ stretching dan bending
yang karakteristik dan dapat menyerap sinar pada frekuensi tersebut. Vibrasi
dua atom yang dihubungkan secara ikatan kimia dapat disamakan dengan vibrasi
dua bola yang dihubungakn dengan pegas, dengan menggunakan analogi ini, kita
dapat menerangkan sejumlah gambar dari spektra inframerah. Sebagai contoh,
untuk merentangkan pegas membutuhkan tenaga yang lebih besar dari pada untuk
membengkokkannya, hingga tenaga rentangan ikatan lebih besar dari suatu ikatan
muncul pada frekuensi – frekuensi yang lebih tinggi dalam spektrum inframerah
dari pada serapan bending dari ikatan yang sama (Sastrohamidjojo, 1991: 48).
Banyak faktor yang mempengaruhi ketetapan frekuensi
vibrasi molekul, dan biasanya tak mungkin untuk mengisolasi satu pengaruh dari
yang lain (Sastrohamidjojo, 1991: 54 – 64). Adapun faktor yang mempengaruhi vibrasi
adalah sebagai berikut (Sastrohamidjojo, 1991: 54 – 64):
1.
Penggabungan
(coupling) vibrasi
2.
Ikatan
hidrogen
3.
Efek
elektronik
4.
Sudut
ikatan efek medan
Bagian pokok dari
spektrofotometer inframerah adalah sumber cahaya inframerah, monokromator, dan
detektor. Cahaya dari sumber dilewatkan melalui cuplikan, dipecah menjadi
frekuensi – frekuensi individunya dalam monokromator dan intensitas relatif
dari frekuensi individu diukur oleh detektor (Sastrohamidjojo, 1991: 64).
Ringkasan metode
spektroskopi dalam kimia organik dan keterangan yang dapat diperoleh dari
masing – masing (Sastrohamidjojo, 1991: 42):
Tabel.
4 Ringkasan Metode Spektroskopi
Radiasi yang diserap
|
Efek terhadap molekul (dan keterangan yang diperoleh)
|
Ultraviolet terlihat λ, 190 – 400 nm, dan 400 – 800 nm
|
Perubahan – perubahan dalam tingkatan tenaga elektronik dalam molekul
(adanya sistem elektron –π, sistem tak jenuh terkonjugasi, dan terkonjugasi
dengan elektron – elektron tak berikatan).
|
Inframerah λ, 2,5 – 25 v, 400 – 800 Cm-1
|
Perubahan perubahan dalam gerakan – gerakan vibrasi dan rotasi dalam
molekul (deteksi gugus – gugus fungsional, yang mempunyai frekuensi vibrasi
spesifik, misal C=O, NH2, OH dan seterusnya).
|
Sumber: Sastrohamodjojo, 1991: 42
2.7.3
Spektroskopi Massa
Spektrofotometer massa adalah suatu instrumen yang dapat menyeleksi
molekul – molekul gas bermuatan berdasarkan massa atau beratnya. Umumnya
spektrum massa diperoleh dengan mengubah senyawa suatu sampel menjadi ion – ion
yang bergerak cepat yang dipisahkan berdasarkan perbandingan massa terhadap
muatan (m/e). Proses ionisasi
menghasilkan partikel – partikel bermuatan positif, dimana massa yang
terdistribusi adalah spesifik terhadap senyawa induk. Selain untuk penentuan
struktur molekul, spektrum massa dipakai untuk penentuan analisis kuantitatif.
Biasanya sampel ditembaki dengan berkas elektron yang menhasilkan suatu ion
molekul atau fragmen ionik. Fragmen – fragmen bermuatan ini dapat dipisahkan
menurut massanya (Khopkar, 2008: 408- 409).
Instrumentasi spektrofotometer massa adalah memasukkan
beberapa micogram uap cuplikan ke dalam sistem pengurangan tekanan tinggi (kira
– kira 10-6 mmHg) dari spektrofotometer. Uap kemudian dialirkan
melalui celah A ke dalam kamar ion dimana ia ditembak dengan seberkas elektron
yang dipercepat dari suatu filamen, biasanya dengan tenaga sekitar 70 eV.
Berbagai ion positif dihasilkan oleh elektron yang menumbuk molekul, kemudian
dipercepat melalui celah kedua dengan potensial penolakan yang diberikkan
diantara A dan B. Akhirnya suatu potennsial mempercepat yang besar (kira – kira
8 kv) ditempatkan antara B dan C memungkinkan ion – ion positif berjalan dengan
kecepatan yang dipisahkan sesuai dengan perbedaan – perbedaan m/e mereka
(Sastrohamidjojo, 1991: 164 – 165).
2.7.4
Spektroskopi Resonansi Magnet Inti
Prinsip dasar NMR adalah bila inti – inti ini diletakkan
dalam medan magnet, tingkat – tingkat energinya akan terurai. Bloch dan Purcell
menunjukkan bahwa inti mengabsorpsi radiasi elektromagnetik pada medan magnet
yang lebih kuat karena tingkat energi yang terurai menginduksi gaya magnet.
Instrumentasi NMR terdiri atas komponen – komponen utama berikut (Khopkar,
2008: 310 – 315):
Spektroskopi
resonansi magnetik inti memberikan keterangan tentang jumlah setiap tipe
hidrogrn dan memberikan keterangan tentang sifat lingkungan dari setiap tipe
atom hidrogen tersebut. Kegunaan yang besar dari resonansi magnet inti adalah
karena tidak setiap proton dalam molekul beresonansi pada frekuensi yang
identik sama. Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa berbagai proton dalam molekul
dikelilingi elektron dan menunjukkan sedikit perbedaan lingkungan elektronik dari
satu proton dengan proton lainnya. Proton – proton dilindungi oleh elektron –
elektron yang mengililinginya. Di dalam medan magnet, perputaran elektron –
elektron valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan
magnet yang digunakan. Hingga setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan
magnet yang digunakan yang mengenainya dan bahwa besarnya perlindungan ini
tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin besar kerapatan
elektron yang mengelilingi inti, maka semakin besar pula medan yang dihasilkan
yang melawan medan yang digunakan. Akibat secara keseluruhan adalah inti/
proton merasakan adanya pengurangan medan
mengenainya. Karena inti measakan medan magnet yang dirasakan lebih
kecil, maka ia akan mengalami presesi pada frekuensi yang lebih rendah. Setiap
proton dalam molekul mempunyai lingkungan kimia yang sedikit berbeda dan
mempunyai perlindungan elektron yang sedikit berbeda yang akan mengakibatkan
dalam frekuensi resonansi yang sedikit berbeda (Sastrohamidjojo, 1991: 102 –
111).
aku bole minta file asli ato link file asli dari laporan ini ndak? soalnya butuh dapusnya ni..
BalasHapusmakasii ya bro sebelumnya :
aku tunggu jawabannya sampek 3 minggu ke depan